Hampir
semua perusahaan dewasa ini mensyaratkan adanya kombinasi yang sesuai
antara hard skill dan soft skill, apapun posisi karyawannya. Di kalangan
para praktisi SDM, pendekatan ala hard skill saja kini sudah
ditinggalkan. Percuma jika hard skill oke, tetapi soft skillnya buruk.
Hal ini bisa dilihat pada iklan-iklan lowongan kerja berbagai perusahaan
yang juga mensyaratkan kemampuan soft skill, seperi team work,
kemampuan komunikasi, dan interpersonal relationship, dalam job
requirementnya. Saat rekrutasi karyawan, perusahaan cenderung memilih
calon yang memiliki kepribadian lebih baik meskipun hard skillnya lebih
rendah. Alasannya sederhana : memberikan pelatihan ketrampilan jauh
lebih mudah daripada pembentukan karakter. Bahkan kemudian muncul tren
dalam strategi rekrutasi „ Recruit for Attitude, Train for Skill“.
Secara
garis besar soft skill bisa digolongkan ke dalam dua kategori :
intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup :
self awareness (self confident, self assessment, trait & preference,
emotional awareness) dan self skill ( improvement, self control, trust,
worthiness, time/source management, proactivity, conscience). Sedangkan
interpersonal skill mencakup social awareness (political awareness,
developing others, leveraging diversity, service orientation, empathy
dan social skill (leadership,influence, communication, conflict
management, cooperation, team work, synergy)
Pada
proses rekrutasi karyawan, kompetensi teknis dan akademis (hard skill)
lebih mudah diseleksi. Kompetensi ini dapat langsung dilihat pada daftar
riwayat hidup, pengalaman kerja, indeks prestasi dan ketrampilan yang
dikuasai. Sedangkan untuk soft skill biasanya dievaluasi oleh psikolog
melalui psikotes dan wawancara mendalam. Interpretasi hasil psikotes,
meskipun tidak dijamin 100% benar namun sangat membantu perusahaan dalam
menempatkan ‘the right person in the right place’.
HARDSKILL
Hard skill adalah
kemampuan yang biasa dipelajari di sekolah atau universitas yang
memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan intelektual yang
berhubungan dengan subyek
yang dipelajari. Misalnya, seorang mahasiswa belajar akuntansi dengan
harapan bahwa setelah belajar akuntansi dia bisa membuat laporan
keuangan. Hard skill bisa diukur dengan melakukan tes yang ada hubungannya dengan bidang yang dipelajari. Bisa dikatakan bahwa hard skill bersifak kasat mata atau nyata.
SOFTSKILL
Sedangkan soft skill adalah sesuatu yang tak kasa mata/ imajiner/ abstrak. Tak seperti hard skill yang terukur dan bisa dipelajari, maka soft skill tidak
dipelajari secara langsung baik di sekolah maupun universitas.
Pengukurannyapun sulit. Bagaimana ukuran orang baik itu? Apa definisi
orang jujur? Bagaimana cara mengetahui seseorang tersebut jujur ataukah
tidak? Bagaimana cara membaca pikiran orang lain? Bagaimana cara
menyenangkan orang lain? Apa yang harus dilakukan agar atasan simpati
kepada kita? Bagaimana caranya agar kita bisa mengetahui apa yang mereka
pikirkan tentang kita? dan hal-hal lainnya yang sejenis.
Hard
skill merupakan faktor penting dalam bekerja, namun keberhasilan
seseorang dalam bekerja biasanya lebih ditentukan oleh soft skillnya
yang baik. David McClelland bahkan berani berkata bahwa faktor utama
keberhasilan para eksekutif muda dunia adalah kepercayaan diri, daya
adaptasi, kepemimpinan dan kemampuan mempengaruhi orang lain. yang tak
lain dan tak bukan merupakan soft skill.
Para
ahli manajemen percaya bahwa bila ada dua orang dengan bekal hard skill
yang sama, maka yang akan menang dan sukses di masa depan adalah dia
yang memiliki soft skill lebih baik. Mereka adalah benar-benar sumber
daya manusia unggul, yang tidak hanya semata memiliki hard skill baik
tetapi juga didukung oleh soft skill yang tangguh.
Pada posisi bawah, seorang karyawan tidak banyak menghadapai masalah yang berkaitan dengan soft skill. Masalah soft skill biasanya menjadi lebih kompleks ketika seseorang berada di posisi manajerial atau ketika dia harus berinteraksi dengan banyak orang. Semakin tinggi posisi manajerial seseorang di dalam piramida organisasi, maka soft skill menjadi semakin penting baginya.
Pada posisi bawah, seorang karyawan tidak banyak menghadapai masalah yang berkaitan dengan soft skill. Masalah soft skill biasanya menjadi lebih kompleks ketika seseorang berada di posisi manajerial atau ketika dia harus berinteraksi dengan banyak orang. Semakin tinggi posisi manajerial seseorang di dalam piramida organisasi, maka soft skill menjadi semakin penting baginya.
Pada
posisi ini dia akan dituntut untuk berinteraksi dan mengelola berbagai
orang dengan berbagai karakter kepribadian. Saat itulah kecerdasan
emosionalnya diuji. Umumnya kelemahan dibidang soft skill berupa
karakter yang melekat pada diri seseorang. Butuh usaha keras untuk
mengubahnya. Namun demikian soft skill bukan sesuatu yang stagnan.
Kemampuan ini bisa diasah dan ditingkatkan seiring dengan pengalaman
kerja. Ada banyak cara meningkatkan soft skill. Salah satunya melalui
learning by doing. Selain itu soft skill juga bisa diasah dan
ditingkatkan dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan maupun
seminar-seminar manajemen. Meskipun, satu cara ampuh untuk meningkatkan
soft skill adalah dengan berinteraksi dan melakukan aktivitas dengan
orang lain.
Selain
memiliki kemampuan yang mumpuni di bidang masing-masing, seorang
lulusan perguruan tinggi dituntut untuk memiliki sikap dan perilaku
tertentu sesuai dengan bidang pekerjaan yang ditekuni. Di masa
persaingan yang ketat saat ini, rasanya sudah tidak dapat ditawar-tawar
lagi bahwa hard skills dan soft skills harus seiring dan sejalan dalam pengembangannya di perguruan tinggi sebagai pencetak sumberdaya yang tangguh dan unggul.
Bila sejak awal mahasiswa dibekali dengan pengetahuan tentang soft skills
yang cukup dan bahkan sudah terbiasa mempraktekkannya dalam kehidupan
sehari-hari maka peluang mereka untuk menjadi orang sukses di masyarakat
akan semakin besar. Perlu banyak contoh yang mahasiswa lihat di
lingkungan perguruan tinggi. Contoh ini mulai dari pimpinan perguruan
tinggi, dosen dan para staf penunjang yang menjadi frontliners
yang berhubungan langsung dengan mahasiswa. Jika mahasiswa terbiasa
diperlakukan baik dan terhormat, lambat atau cepat mereka akan menjadi
pelayan yang baik di masyarakat. Kemampuan yang memadai di bidang soft skill
diharapkan membantu lulusan agar lebih cepat diserap oleh pasar kerja
dengan kompensasi yang layak sesuai dengan bidang studinya.
Seperti yang dituangkan dalam buku pengembangan soft skill, bahwa pengembangan soft skills hanya efektif jika melalui penularan. Salah satunya dengan menjadikan dosen role model
bagi mahasiswanya. Misalnya jika akan menegakkan disiplin mahasiswa,
maka contoh baik dapat didemonstrasikan kepada mahasiswa oleh dosennya.
Apabila dosen menginginkan mahasiswa datang tepat waktu, maka dosen
harus duluan datang ke kelas. Apabila mahasiswa diminta untuk selalu
menjaga kebersihan kelas, maka dosen harus mampu menghapus papan tulis
setelah selesai kuliah.
Apabila dosen berjanji akan mengembalikan tugas dalam tiga minggu, maka jangan sampai mengembalikan 5 minggu kemudian. Role model dosen dapat diperlihatkan dengan saling edifikasi dengan teman sejawat di depan mahasiswa. Edifikasi berasal dari kata to edify
yaitu memberikan penghargaan sekaligus proposi bagi teman sejawat.
Saling menjelekkan antar dosen di depan mahasiswa patut dihindari. Jika
dosen kalah dalam satu kompetisi, jangan sampai mahasiswa menjadi
tumpahan keluhan rasa kekesalan dosen dengan menyalahkan orang lain.
CONTOH KASUS.(dalam sebuah perusahaan)
Awalnya, dia mengira akan ditahan oleh atasannya ketika ia ingin resign. Ya, sebenarnya dia tidak terlalu niat untuk resign selain hanya sebagai “gertakan” halus semata terhadap atasannya. Pengabdiannya selama belasan tahun dan performance nya
yang menurut dia selalu baik tak menjadikan dia naik level. Hingga
belasan tahun bekerja di perusahaan manufaktur tersebut jabatannya tetap
sama, tidak berubah. Padahal teman-teman seangkatannya sudah menjadi
manajer. Merasa kecewa dengan hal tersebut, dia berniat untuk
“pura-pura” resign.
Harapannya adalah sang bos menghalangi dia untuk resign dan
menawarkan jabatan baru yang lebih tinggi. Namun, ternyata apa yang ia
bayangkan tak sesuai dengan kenyataan. Atasan malah menyetujui surat
pengunduran dirinya tanpa basa basi.Kecewa tentu saja. Namun, beberapa
kawan secara tidak sengaja membicarakan pegawai tersebut, bahwa mengapa
dia tetap stagnan di satu posisi tersebut adalah karena dia
kurang bisa membawa diri. Orangnya terlalu sok pintar dan sok tahu serta
menganggap orang lain lebih rendah daripada dirinya. Ehm… sebuah
permasalahan yang sangat sepele sebenarnya, tidak ada hubungannya dengan
kemampuan intelektual bukan.
Lain
lagi dengan Hendy. Sebenarnya dia tergolong biasa-biasa saja. Bisa
dibilang, masih banyak teman-teman dia yang jauh lebih pintar dan cerdas
daripada dia. Namun, kemampuan dia untuk membawa diri serta sikapnya
yang baik mampu membawanya kepada puncak kesuksesan. Ketekunan dan
kesungguhan dia mampu meluluhkan hati orang-orang di sekitarnya termasuk
atasannya. Itu sebabnya ia dipromosikan untuk menduduki jabatan yang
lebih tinggi daripada sebelumnya.
Dari contoh kasus di atas kita bisa melihat bahwa hard skill saja tak cukup. Setiap orang memerlukan soft skill dan tidak hanya hard skill. Soft skill bisa mempengaruhi hard skill, sebaliknya terlalu berbangga diri dengan hard skill yang dimiliki akan membuat soft skill menurun karena dianggap tidak penting.
SOFTSKILL YANG DIBUTUHKAN OLEH SUATU PERUSAHAAN
Sepuluh
Soft Skill Yang Dibutuhkan Perusahaan Secara Umum. Dalam rekrutmen
karyawan perusahaan tidak hanaya memperhatikan CV atau sertifikat
ketrampilan namun juga memberikan test atau simulasi untuk mengukur soft
skill calon professional nya.Berikut nilai sikap kepribadian yang
dibutuhkan perusahaan:
1. Keberanian Bertanggung Jawab
2. Jujur
3. Rasa Percaya Diri
4. Memiliki Motivasi dan Etos Kerja
5. Interpersonal skill
6 .Kemampuan bekerja sama
7. Visioner
8. Loyalitas
9. Kemampuan Memformulasikan Kalimat Dengan Baik.
10. Kemauan Belajar Tinggi
SUMBER :
Wah artikelnya bagus, membuka mata saya tentang dunia kerja, terima kasih dan sukses selalu
BalasHapus